Sore itu. Tepat pukul 17.00 langit cerah. KU langkahkankakiku menuju
pintu rumah berwarna coklat pekat. Menunggu sebuah senyumdiwajahnya.
Menunggu sapaan manis indah dibibirnya. Ku berhenti pada sebuahlangkah
sambil mengetuk sebuah bilik rumah itu. Ku gunakan sebuah jas putih
danpakaian serba rapih. Dan ku pikir kalaitu..
“Eh sayang, ayo masuk” saut sambil memangil istrinya.
Jawabku
hanya sebuah senyum manis yang kutunjukan padanya. Sambilbertingkah bak
seorang raja yang duduk di atas kursi sambil mengangkat satukakiku.
“Dasar anak nakal” celoteh om ku setiap aku lakukan hal itu. Akh
masabodoh aku pada ucapannya.
“Ade, turunkan kakimu saying tidak baik, kamu itu perempuanharus dijaga tingkahnya” ujarnya kembali pada saat itu.
“Bapak
ini sudah biarkan saja, lagiankan ini dirumahnyasendiri toh ya jangan
dimarahin toh pak” jawabnya sambil menepuk punggungsuaminya.
“Nah loh de, eang apuh berantem tuh” saut Om meledek.
Jawabku
masih tetap sama hanya sebuah senyum yang aku berikanpada mereka.
Senyum pada mereka. Tak ada satu kata pun yang ingin aku bicarakankala
itu aku berfikir mereka semua mencintaiku. Mencintaiku.
Obrolan dengannya mulai terjadi kala itu.
“Kamu ini ndo, udah besar sama saja tingkahnya seperti dulu,masih sangat manja pada eang mu itu” ujar apuh.
“Apa sih apuh, orang Ade ini masih kecil. Tapi pikiran Adetidak kecil yah Apuh” jawabku meledek.
“Kalau besar mau jadi apa? Semoga kamu bisa sukses yah, Apuh sanggatbangga milikin Ade”
“mau jadi dokter aja apuh kalau besar nanti biar Kalo Apuhsakit Ade yang obtain” jawab ku sambil tertawa.
Setiap
bertemu dengannya pastilah akulah yang jadi temanbicarannya. Entah dari
banyak cucu dan anak mungkin akulah yang paling dekatdengannya. Tapi
tatapan itu seakan kosong pada saat aku bertandang kerumahnya.
Akumenyapa. Ia senyum. Aku mencium tanganya ia pun bertanya “anda
siapa?”celotehnya kala itu padaku. Haruskah aku senyum dan tetap senyum
padanya? “entahlah”gumamku dalam hati ketika itu.
“Apuh.. ini aku masihkah kau ingat denganku??” tanyaku
“Anda ini siapa” sambil memangil eang.
“Apuh
ini AKU?? MASIH kah kau ingat padaku?? Saat aku kecilsiapakah yang
duduk dikursi tua itu sambil mengangat satu kakinya” tanyakumendesis.
Tak
ada jawaban darinya hanya memangil eang untuk bertemudengan ku.
Kulangkahkan kakiku kembali pada satu ruang sambil aku menanyakan
“Apuhsudah lupakah pada ku eang?? Aku merindukannya” menatapnya denagn
sebuahtatapan kosong. Tak kubalas lagi apa yang aku tanyakan pada eang
ia hanyamengecup sebuah kening sambil mengatakan ” Ia pun mencintaimu”.
Senin, 08 September 2014
Posts by : Admin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar